Blog of Basyral Hamidy Harahap

07 September

Dari Panyabungan ke Madina 1

PENGANTAR

Ada dua pernyataan monumental Bapak H. Amru Daulay, S.H., Bupati Mandailing Natal, dalam rangkaian dialog kami pada tahun 2003, ialah:
Pertama, “Saya ingin meninggalkan nama baik di Mandailing Natal”. Kedua, “Saya ingin mengubah nama Panyabungan”. Pernyataan kedua ini beliau ulangi lagi pada tanggal 20 Januari 2010. Inilah yang alasan penulisan makalah ini.
Pernyataan pertama, telah direalisasikannya selama dua periode kepemimpinannya selaku Bupati Mandailing Natal. Siapa pun dapat menyaksikan perubahan spektakuler sebagai realisasi Misi dan Visi dalam pembangunan Mandailing Natal, yang meliputi sektor-sektor: pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan, industri, perhubungan, telekomunikasi, pariwisata, koperasi, perdagangan, pendidikan, kesehatan, transmigrasi, tenaga kerja, keluarga berencana, olah raga, pertanahan, adat istiadat, pemberdayaan pemuda, agama dan Taman Nasional Batang Gadis.
Patut dicatat keunggulannya selaku birokrat paling senior di negeri ini, ialah penataan, pembangunan sistem kerja, rekruitmen pegawai, peningkatan sarana dan prasarana kerja, yang dimulai boleh dikatakan dari nol sampai menjadi seperti sekarang ini.
Daftar panjang keberhasilannya menjadikan Panyabungan, sebagai pusat perubahan Madina dalam pembangunan fisik, sarana dan prasarana peningkatan kesejahteraan masyarakat Madina. Sehingga, Madina tampil sebagai lokomotif perubahan di wilayah Smatera Tenggara.



SI BAROAR

Namora Pulungan, raja Huta Bargot, sangat risau terhadap kenyataan bahwa puteranya sangat mirip dengan Si Baroar, ialah anak yang dahulu ditemukan ketika masih bayi di kawasan hutan perburuan Huta Bargot. Bayi itu ditempatkan di kandang anjing untuk dirawat oleh Si Sauwa, seorang abdi Namora Pulungan. Itu sebabnya bayi itu dinamai Si Baroar, ialah anak yang tinggal di kandang anjing. Menurut perkiraan, peristiwa itu terjadi antara tahun 1550-1600 (Harahap, 2004:135).
Si Baroar sangat mirip dengan putera Namora Pulungan. Dua bocah itu bagaikan anak kembar. Penduduk pun tidak dapat membedakannya, mana Si Baroar dan mana pula putera Namora Pulungan. Si Baroar sendiri seringkali menikmati sikap hormat penduduk yang menyangka dirinya putera Namora Pulungan.
Namora Pulungan tidak suka terhadap kenyataan ini. Namora Pulungan berniat hendak melenyapkan Si Baroar. Bagaimana caranya? Namora Pulungan berpikir, cara terbaik adalah dengan merenovasi Bagas Godang. Lubang fondasi tiang utama (sokoguru) Bagas Godang digali. Skenario yang dibuat oleh Namora Pulungan adalah:

“Beberapa saat sebelum sokoguru dihunjamkan ke dalam lubang fondasi, Si Baroar didorong ke dalam lubang, kemudian sokoguru pun dihunjamkan dan lubang segera ditimbun. Maka Si Baroar pun akan hilang dari muka bumi. Itulah cara pembunuan Si Baroar yang dirancang oleh Namora Pulungan. Tiba saatnya, Namora Pulungan membisikkan kepada kepala tukang, agar melaksanakan rencana itu. Dahi Si Baroar pun diolesi kapur sirih untuk menghindari agar tidak terjadi salah ambil terhadap anak yang akan dikubur hidup-hidup itu.”

Mereka lupa, bahwa kebiasaan anak-anak yang suka saling meniru perilaku. Allah menakdirkan, putera Namora Pulungan pun mengoleskan kapur sirih di dahinya agar sama dengan yang ada di dahi Si Baroar.
Ketika sokoguru akan dihunjamkan ke lubang fondasinya, orang banyak berkerumun di bibir lubang itu. Satu di antara yang berada di tempat itu adalah putera Namora Pulungan yang dahinya sudah diolesinya sendiri dengan kapur sirih. Dengan sigap, tiba-tiba tukang mendorong putera Namora Pulungan ke dalam lubang. Sokoguru pun dihunjamkan. Lubang fondasi pun segera ditimbun. Putera Namora Pulungan tewas seketika. Pelaksanaan eksekusi itu pun dilaporkan kepada Namora Pulungan. Para eksekutor pun merasa lega, karena telah berhasil melakukan perintah Namora Pulungan.
Usai penanaman sokoguru itu, Namora Pulungan bersama keluarga, kaum kerabat dan para tukang berpesta makan siang. Namora Pulungan tidak melihat kehadiran puteranya dalam pesta itu. Namora Pulungan pun serta merta memerintahkan hulubalang mencari puteranya. Tetapi mereka tak berhasil menemukan putera Namora Pulungan. Akhirnya dipastikan, bahwa yang didorong ke dalam lubang sokoguru itu adalah putera Namora Pulungan sendiri.
Kini sasaran pencarian bukan lagi putera Namora Pulungan, tetapi Si Baroar. Nyawa Si Baroar terancam. Sementara itu, Si Sauwa (Si Boru Ambil) sedang berada di sungai mengambil air minum (muat). Seorang ibu berlari ke sungai menemui Si Sauwa. Ibu itu menceritakan peristiwa tersebut. Si Sauwa segera berlari mencari anaknya, Si Baroar. Si Sauwa menggendong Si Baroar, meliwati semak belukar, sawah dan pematang menuju Batang Gadis untuk menyelamatkan diri dari kejaran para hulubalang Namora Pulungan.
Ketika ibu dan anak itu tiba di tebing Batang Gadis, sungai terbesar di Mandailing Godang itu sedang banjir besar. Si Sauwa tidak putus asa. Dia berdoa agar Tuhan Yang Maha Kuasa menyelamatkan mereka. Takdir Allah berlaku. Tiba-tiba sebuah pohon besar hanyut di hadapan mereka. Akar pohon itu tersangkut di depan mereka, sedangkan pucuknya tersangkut pula di tebing seberang sana. Ibu dan anak itu berhasil menyelamatkan diri ke seberang. Setelah mereka tiba di tebing seberang, pohon kayu itu pun hanyut. Pada saat yang bersamaan, para hulubalang pun tiba di tebing yang tadi tempat berdiri Si Sauwa dan anaknya.
Si Sauwa pun berdoa mengucapkan syukur atas pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa:
“Olo baya, Ompung Na Martua-tua nampuna tano! Madung dipangolu Amu danak on. Laing pangolu-olu Amu ia nian, ombang ratus ombang ribu, sayur matua bulung!” (Ya Tuhan, yang bertuah, pemilik bumi! Engkau telah menghidupkan anak ini. Semoga hidupkanlah dia terus, berkembang beratus-ratus berkembang beribu-ribu sampai berusia lanjut!)
Setelah lolos dari kejaran hulubalang Sutan Pulungan dari Huta Bargot, Si Sauwa dan Si Baroar meneruskan perjalanan. Akhirnya mereka tiba di suatu kampung bernama Dori Soit, yang rajanya bernama Namora Paimahon. Mereka menetap di kampung ini. Si Baroar tumbuh menjadi dewasa. Ia tampil sebagai pekerja keras, bersawah dan berkebun. Si Baroar menjadi seorang kaya raya yang dermawan. Kelak ia menikahi puteri raja dan menjadi raja dengan gelar Patuan Moksa. Patuan Moksa membangun Bagas Godang di bawah pohon beringin yang besar.
posted at 09:14:33 on 09/07/14 by rajungan - Category: General

Comments

No comments yet

Add Comments

You must be logged in as a member to add comment to this blog